Istilah psikotes (psychological testing) sering digambarkan sebagai
aktivitas dalam proses seleksi yang menggunakan pendekatan psikologis.
Padahal psikotes itu sendiri hanyalah salah satu bagian dari proses yang
disebut asesmen psikologis atau pemeriksaan psikologis.
Terlepas dari persoalan pemahaman atas terminologi itu, saya akan
berbicara dulu tentang fungsi psikotes itu secara umum. Secara singkat,
psikotes digunakan untuk “memilih orang terbaik dari sekian banyak
calon, sesuai kriteria jabatan maupun tugas yang harus dilakukan”.
Keunikan dari tes
ini adalah pada “ketidakpastiannya”. Mengapa? Karena faktor ini dapat
memutarbalikan perhitungan logis potensi seseorang. Sebagai contoh,
seseorang lulusan perguruan tinggi terbaik di negeri ini dengan IPK : 3
koma dan berpengalaman sebagai asisten dosen, tidak dapat lolos dari
lobang jarum ujian psikotes sehingga akhirnya harus berwirausaha karena
belum pernah mampu melewati psikotes untuk diterima bekerja di sebuah
perusahaan. Memang ini ironi, namun ini fakta. Psikotes memang merupakan
fenomena tersendiri bagi para pelamar kerja.
Dengan demikian, kalau anda gagal dalam psikotes, bukan berarti anda
adalah orang bodoh atau orang yang tidak pantas mendapat pekerjaan.
Hanya saja, dalam konteks pekerjaan yang anda lamar, anda memang bukan
orang yang pas.
Sebagai contoh, kalau berdasar hasil psikotes diketahui anda adalah
orang yang cenderung single fighter, tidak bisa bekerja sama dengan
orang lain, perfectionist, apalagi kalau anda menyebutkan punya hobi
membaca, maka anda bukan orang yang pas untuk direkrut sebagai staf
marketing, staf public relations, atau petugas front office. Orang
dengan karakter seperti anda barangkali sangat pas untuk perusahaan yang
sedang mencari staf peneliti atau bagian riset, akuntan, atau staf
keuangan.
Orang perfectionist memang hasil kerjanya sempurna, tetapi cenderung
tertutup, tidak mau berimprovisasi atau berkreasi, bekerja setahap demi
setahap sesuai “prosedur” dan dalam bekerja tidak suka campur tangan
orang lain, atau sebaliknya, tidak suka mencampuri pekerjaan orang lain.
Nah, kalau seorang perfectionist ditempatkan sebagai staf PR atau
marketing, maka dia tidak akan bisa bekerja secara maksimal karena
petugas PR atau marketing dituntut bekerja cepat, penuh kreasi dalam
menanggapi berbagai keadaan, juga harus senang bergaul dan bekerja tim.
Sebaliknya, kalau anda adalah pekerja cepat (yang bersemboyan “nggak
sempurna nggak apa-apalah yang penting segera selesai”), penuh kreasi,
senang bergaul dan pekerja tim, penuh perhatian terhadap pekerjaan atau
persoalan orang lain, maka anda tidak pas untuk menjadi pertugas riset,
akuntan atau staf keuangan. Kalau jadi petugas riset, anda akan
tergesa-gesa mengambil kesimpulan. Kalau menjadi staf keuangan, anda
cenderung “mudah memberi kasbon”.
Alasannya sederhana. Kalau anda memang orang yang punya kecenderungan
sebagai pribadi yang tertutup, perfectionist, tidak mau diganggu dan
mengganggu, bukan pekerja tim, maka anda tidak akan bertahan lama pada
pekerjaan itu. Kalau tidak stres ya dipindahtugaskan karena gagal
bertugas dengan baik.